Tulisan ini saya bikin sebenarnya hanya untuk mencatat semua yang saya alami, terutamanya dalam bagian film. Benar-benar tidak untuk menggurui. Sebab buat saya perjalanan hidup bisa menjadi masa lalu yang indah bila dicatat secara baik, supaya jadi catatan riwayat yang dapat diambil faedah serta maknanya untuk seseorang.
Yang lebih penting lagi ialah supaya bisa meninspirasi seseorang untuk bikin karya film. Bila ini terwujud, saya percaya akan memiliki multiple effect dalam peningkatan industri kreatif di Indonesia.
Baik, silahkan kita obrolkan mengenai “Produksi Film” dengan enjoy.
Film ialah karya kolektif, sebab karya ini adalah kombinasi dari piranti-perangkat yang sama-sama memberikan dukungan di antara satu dengan piranti yang lain. Ada penulis naskah, Sutradara, Asisten Sutradara, Art Director, Director of Fotografi (DOP), Lightingman, Gaffer, Cameramen, Clepper, Continuity, Waredrobe, Make Up, Sound Designer, Sound Director, Location Manajer, Pimpinan Produksi, Unit Manajer, Pelaksana Umum (PU), Editor, dan lain-lain.
Seperti satu skema yang terintegrasi, semua beberapa bagian itu harus dapat kerja bersama untuk arah yang sama, yaitu terbentuknya satu film. Tanpa kerja sama yang baik, satu produksi film akan pincang.
Walau kelihatannya kompleks, sebetulnya film dapat dibuat dengan piranti yang simpel. Sebab pada prinsipnya (menurut saya) bila visualisasi yang kita buat sudah memperlihatkan satu jalan cerita, intisari film sudah kita peroleh. Serta dengan piranti HP juga satu film dapat dibuat.
Pada umumnya, satu film dikerjakan lewat beberapa tahapan seperti berikut :
A. Pre-Production (Pra-Produksi)
Pra-Produksi merujuk pada beberapa hal yang dilaksanakan oleh Team Produksi sebelum eksekusi pemungutan gambar dalam membuat suatu film (sebelum produksi film).
Seperti dalam memasak satu makanan, mengawali produksi film perlu resep serta tingkatan kumpulkan bahan-bahannya dan mengolah bumbu-bumbunya.
Berdasar apa-apa yang saya alami, ada banyak tahap dalam step Pra-Produksi yang perlu dilakukan ; yakni:
1. Membuat Ide Fundamen Naskah Film
Ide naskah di sini yang berisi, visi, misi, arah film dibikin, tipe/jenis film, waktu, segmentasi penontonnya serta piranti-perangkat fundamen yang melatarbelakangi satu film dibikin/dibuat. Atau dalam arti piranti keras (Hard Ware) satu Computer, ide film saya misalkan untuk detail HardWare.
Dengan detail yang pasti, potensi satu computer akan terpetakan. Demikian pula satu film, detailnya jelas akan terukur ingin ke mana imajinasi pemirsa dibawa, pesan apa yang ingin dikatakan (What to say? ) serta bagaimana (How to say? ) tehnik mengemukakan pesan dalam film yang akan kita bikin.
Bila dalam kerangka masakan atau makanan, Ide Fundamen Film dapat dimisalkan satu rencana makanan apa yang akan kita bikin?, dengan bahan apa? Dibarengi bumbu-bumbu apa sajakah? Berapakah ukuran bahan serta bumbu-bumbu itu? Bagaimana tehnis memasaknya? Dan lain-lain.
Ide fundamen ini harus jelas. Janganlah sampai kita ingin masak Sop, jadi justru Soto. Atau ingin buat sayur bening justru jadi lodeh! Pasti mengacaukan rasa. Film juga punyai karakter yang sama. Karena itu ide dasarnya harus jelas.
Ide Film Fiksi pasti tidak sama dengan film non fiksi. Semuanya tercantum pada ide fundamen naskah film.
Umumnya tahap ini oleh film maker jarang-jarang dibikin, serta cuma tersimpan dalam otaknya. Tetapi menurut irit saya ini penting, sebab ide fundamen berikut yang bisa menjadi rujukan saat proses pengerjaan film berjalan. Janganlah sampai ditengah-tengah proses pengerjaan film meleset dari arah intinya. Walau itu boleh-boleh saja, tetapi dapat buat ‘ribet’ satu produksi film.
2. Membuat Sinopsis Film
Sinopsis film ialah deskripsi umum satu film dengan cara naratif. Bila dalam film fiksi, sinopsis film akan menceritakan mengenai alur cerita film pada umumnya. Ini yang akan memicu satu naskah film dibikin, sebab di sinopsis tidak memvisualisasikan alur cerita dengan cara detil.
Dalam sinopsis film fiksi umumnya diterangkan alur cerita dengan cara naratif global. Perlu sangkanya mengutarakan stressing atau perselisihan-konflik yang akan ada. Selanjutnya ada ending yang tampil di belakang.
Bila untuk satu promo, dalam satu sinopsis umumnya ending film disembunyikan dengan satu pertanyaan. Ini terkadang dibutuhkan untuk merangsang calon pemirsa supaya ingin tahu serta terdorong untuk menontonnya.
Contohnya: “Dalam suatu kampung di atas bukit, hiduplah seorang pendekar tua yang hidup sebatangkara. Kehidupan setiap harinya cari kayu bakar serta daun-daunan untuk jadikan ramuan beberapa obat. Satu hari ia dikunjungi oleh sekumpulan anak muda yang berkemauan berguru kepadanya. Sesudah beberapa waktu berguru, serta di rasa cukup pengetahuan kependekarannya sekumpulan pemuda itu pamit pergi untuk menumpas kejahatan. Tetapi kakek tua itu belum mengijinkan. Bagaimana tindakan sekumpulan pemuda itu menumpas kejahatan? Kenapa kakek tua itu belum mengizinkan pemuda-pemuda itu untuk pergi serta menumpas kejahatan? Berhasilkah beberapa pemuda-pemuda itu lakukan kemauannya? Tonton kecerdikan beberapa pemuda itu dalam film ini! “
Ini sebatas contoh sinopsis yang berbentuk “provokatif, ” yang mempunyai tujuan untuk bikin calon pemirsa ingin tahu. Dalam sinopsis film ini ada misi promo untuk memberi rangsangan pada pemirsa untuk melihat film itu. Ada pula skema sinopsis yang datar-datar saja, tanpa ada beberapa kata “provokatif “. Tinggal kita pilih yang mana, monggo…
Dalam film Non-Fiksi sinopsis menurut saya masih diperlukan untuk tahu segmen-segmen serta jalur cerita dalam menggambarkan satu pesan atau pengetahuan. Film Non-Fiksi dapat dibikin tanpa sisi dramatik. Ada juga yang diselingi beberapa unsur menegangkan untuk penyambung antar fragmen atau untuk ‘pemanis’ satu pengantar pengetahuan/pesan.
3. Membuat Naskah Narasi
Sebelum membuat naskah skrip, sinopsis (lebih bagus) dibikin/ditransfer ke naskah
narasi dahulu. Sebab ini dibutuhkan untuk tahu jalan cerita dengan cara cukup detil serta adegan-adegan dengan cara naratif. Kemungkinan dapat dibikin satu narasi pendek dahulu, agar jalan cerita dapat dipetakan. Baru selanjutnya dibuatlah naskah skrip. Naskah narasi ini perlu untuk tahu garis besar cerita satu film, walau sedikit lebih detil.
Dalam pengerjaan naskah narasi seorang penulis naskah perlu sedikit mengerutkan dahinya untuk berimajinasi dalam detil ceritanya. Selain itu perlu ketelitian dalam jalan cerita. Tokoh siapapun sebagai protagonis, siapapun sebagai tokoh antagonis, mana saja sebagai netral, serta perselisihan-konflik apa yang ada, termasuk juga endingnya seperti apa. Semua harus terpetakan dalam naskah narasi ini.
Nah, naskah narasi ini semakin lebih gampang dipetakan atau diatur bila film yang akan kita bikin mengambil sumber dari satu cerpen (narasi pendek) atau novel. Tinggal menyimak narasi serta mengartikan dalam bahasa visual film.
Selain itu juga, penulis naskah perlu menyimak serta mengenali property apa yang akan ada dalam narasi itu. Ini tidak cuma keperluan satu narasi an-sich, dan juga diperlukan rekonsilasi pada anggaran produksi film.
Jadi simpulan sesaat, pengerjaan jalan cerita (terutamanya dalam film fiksi) perlu beberapa tahapan khusus supaya kita tidak ketidaktahuan dalam penggarapan satu film.
Dalam film dokumenter juga memerlukan naskah yang dengan cara naratif menggambarkan beberapa informasi yang akan kita berikan dalam film dokumenter itu. Berikut yang akan memvisualisasikan segmen-segmen mana yang dramatik atau deskriptif, sebelum masuk dalam breakdown storyboard.
Baca Juga : PRODUKSI FILM BALAD
4. Membuat Naskah Skrip
Naskah skrip adalah penerapan serta peningkatan dari sinopsis serta naskah narasi yang sudah dibikin oleh penulis naskah film.
Seorang penulis naskah skrip harus memiliki daya imaginasi yang baik. Sebab peningkatan sinopsis berbentuk skrip tuntut beberapa hal yang detil dari sisi sinopsis.
Selain itu, penulis naskah skrip harus juga paham dengan beberapa istilah kepenulisan skrip. Saya anggap dapat dipelajari dari buku-buku tehnis mengenai aplikasi pengerjaan naskah skrip.
Penulis naskah skrip harus paham dengan simbol-simbol visual atau ciri-ciri suara atau contoh satu film. Sebab film ialah simbol-simbol yang ada dalam karya visual yang mempunyai tujuan untuk mentransfer satu pesan pada pemirsa atau pencinta film.
Seorang penulis naskah skrip dituntut memiliki imajinasi yang kuat. Tiap scene ia dapat memikirkan situasi serta pesan yang akan dikatakan pada pemirsa. Kesadaran akan ruangan visual atau simbol-simbol visual harus teraplikasikan dengan cara benar.